Assalamu'alaikum, Semoga pembaca selalu mendapat rahmat Ilahi, selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang. Di kesempatan kali ini saya ingin berbagi mengenai pemikiran remaja Indonesia yang semakin hari seolah semakin tak tertolong. Terbesit dalam pikiran ini, sebenarnya apa yang menyebabkan hal itu? Banyak contoh perilaku rusak remaja yang dianggap membanggakan,
Kelakuan buruk seorang remaja pada dasarnya tak lepas dari cara mendidik orang tua yang salah sehingga pengaruh budaya barat mudah masuk ke dalam pemikiran anak. Cara mendidik yang salah ini bisa terjadi karena dua hal, ketidakmengertian orang tua atau karena orang tua yang ternyata menjadi 'korban' dari pemikiran budaya barat tersebut. Saya yakin tidak ada orang tua yang tidak peduli dengan kelakuan bejat buah hati mereka.
Pertama, mari kita membahas mengenai ketidakmengertian orang tua. Tak bisa dipungkiri bahwa orang tua saat ini banyak yang tidak siap menjadi orang tua. Bahkan, kebanyakan dari mereka masih terlalu asyik dengan masa muda mereka menghabiskan waktu utuk berfoya-foya. Ketika mempunyai seorang anak, mereka tidak sadar bahwa mereka telah mempunyai tanggung jawab, bukan hanya untuk materi, melainkan juga moral sang anak. Lantas apa yang harus dilakukan?
Langkah awal adalah mengerti waktu-waktu pembentukan karakter pada anak. Bermain dan menjadi pembandel adalah hal yang sangat wajar bagi anak. Namun, setidaknya kita tahu bahwa masa itu hanya untuk anak di usia 6-11. Bahkan, dalam Islam dianjurkan orang tua harus sudah memaksa sang buah hati untuk melakukan Sholat sejak usia 7, dengan hukuman 'pukul' jika tidak mau.
Ketika anak sudah masuk masa SMP, di sinilah kita sudah harus memantau pergaulan anak. Di samping itu orang tua juga harus mempunyai pemahaman agama. Jika tidak, setidaknya orang tua harus memberikan kesempatan pada sang buah hati untuk menimba ilmu agama pada orang lain. Landasan awal inilah yang nantinya akan berperan penting pada cara pandang anak di usia remaja.
Perlu ditekankan bahwa kunci sukses dalam hidup ini adalah menimba ilmu. Jika Anak diperhatikan masalah agama, maka bisa dipastikan bahwa mereka mempunyai landasan yang dalam mengenai pengaruh budaya barat. Gambaran sederhananya, seorang anak yang dilarang merokok dengan tegas tanpa mengetahui bahaya abstrak akan lebih sulit menerapkannya di dunia nyata di banding dengan merekar yang dilarang merokok dengan diberitahu bahaya abstraknya *Gambaran Abstrak di sini adalah masalah agama yang sudah diajarkan oleh guru agama sebelumnya, (misalnya Dosa, Neraka, Azab yang pedih, dsb).
Untuk lebih mudah menerima pelajaran mengenai agama, orang tua bisa mengirim anaknya ke sekolah agama, bukan negeri. Misalnya, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), hingga Aliyah. *Karena kebanyakan orang gengsi terhadap latar belakang pendidikan anaknya, dan cenderung memilih sekolah favorit, biasanya hal ini tidak terlalu diperhatikan, padahal sangat penting.
Perlu diketahui secara singkat, pelajaran di MI/Mts dan sekolah Islam lainnya, terutama NU (Ahlus sunnah wal jamaah) memiliki pendidikan agama yang lebih mendalam. Secara gamblang, sekolah umum hanya memiliki satu pelajaran agama. Namun, jika di sekolah Islam, murid akan mendapat banyak pelajaran agama, mulai dari Fiqih, Aqidah Akhlaq, Al Qur'an Hadits, Sejarah Kebudayaan Islam, Bahasa Arab, Tartil, dan yang lainnya. Dapat disimpulkan bahwa pelajaran di sekolah-sekolah Islam memiliki bobot keagamaan yang lebih kompleks dibanding sekolah umum yang pada akhirnya akan berdampak pada perilaku sang anak. Senakal-nakalnya anak, jika ia masih bersekolah di sekolah Islam pasti mereka masih memiliki sopan santun dan moral yang baik.
Berikutnya, Setelah orang tua melakukan segala upaya agar anaknya menjadi pribadi yang baik, orang tua hanya perlu berserah diri kepada Allah yang mana adalah sebaik-baik tempat kembali. Semoga Allah menjadikan kita dan anak turun kita soleh dan solehah, serta bisa menuntun orang tua menuju Surga. Amin.
