Bismillah, Alhamdulillah, Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatu.
Berawal dari diskusi singkat dan ringan, Apa tujuan posting amal ibadah? Syi'ar, atau Pamer?
Sebenarnya tak begitu penting mempermasalahkan apakah memposting kegiatan ibadah kita di sosial media ataupun tidak, karena setiap orang memiliki niat dan tujuan yang tentu kita tidak tahu.
Dalam artikel kali ini, akan dibahas bagaimana sebaiknya kita menghindari popularitas untuk menuju keihklasan, sehingga memposting kegiatan ibadah menjadi nilai yang negatif. Mungkin dalam beberapa waktu ke depan akan dipost pula artikel dari sisi memamerkan ibadah adalah hal yang "dianjurkan".

Tak dapat dipungkiri, bahwa popularitas merupakan salah satu hal yang paling diburu oleh umat manusia. Keinginan populer antar sesama dengan nama baik adalah bagian dari nafsu yang harus dilawan dan diperangi.
Pengarang kitab tasawwuf Al Hikam, Syaikh Ibn Athaillah as sakandari, dalam maqolah ke-11 kitab tersebut menjelaskan perihal bagaimana kita sebaiknya mengubur dalam-dalam dari ketenaran dan popularitas demi mencapai derajat akhlaq yang amat mulia, yakni ikhlas.
"Benamkan keberadaanmu di bumi yang tersembunyi, apa yang tumbuh dari suatu yang tidak terpendam (di bumi) maka buahnya tidaklah sempurnya."
Bagi orang yang sedang berproses mengenal dan mengetahui Allah lebih dekat (Ma'rifat billah), ketenaran menjadi godaan yang sangat besar karena kesenangan dan bahagia yang ditimbulkan dapat membuat hati seorang hamba terlena dari mengingat Allah.
Syaikh Ibn Athaillah menggambarkan ikhlas bagaikan biji atau tunas. Agar dapat tumbuh dan berbuah dengan sempurna, tunas tersebut harus dikubur ke dalam bumi. Jika tidak, maka tunas itu bisa saja mati atau mungkin dimakan hewan. Adapun jika tumbuh, tunas yang berada di permukaan bumi tidak memiliki akar yang kokoh dan akan mudah roboh.
Seperti itu pula ikhlas, yang juga harus dibenamkan ke dalam hati yang paling dalam, tidak hanya di permukaan. Tingkat kedalaman ikhlas seseorang berada pada keadaan atau kondisi dimana seorang hamba jauh dari ingar bingar ketenaran dan kenikmatan popularitas.
Untuk menjauhi popularitas, cara yang dapat dilakukan adalah dengan menjauhi lingkaran lingkaran yang menjadi sebab keteranan tersebut.
Jika terlanjur populer, apakah yang sebaiknya kita lakukan?
Seseorang yang diuji dengan keadaan popularitas, hendaknya melakukan hal-hal yang dapat menjatuhkan kepopuleran tersebut. Melakukan hal hal remeh yang dapat membinasakan rasa gengsi yang umumnya tidak disukai oleh penyandang popularitas.
Menghindari menjadi terkenal adalah suatu jalan yang lebih mudah agar seorang hamba memiliki keikhlasan dalam segala hal, termasuk untuk perjalanan menuju pintu ma'rifat.
Di masa yang serba digital ini, tentu kita semakin sulit menghindari potensi populer. Justru sebaliknya, baik di kalangan remaja maupun orang dewasa berbondong bondong ingin dilihat orang lain, paling tidak melalui media sosial.
"Barangsiapa yang mencintai eksistensi maka dia menjadi ‘hamba eksistensi’. Siapa yang mencintai kesunyian maka dia menjadi ‘hamba kesunyian’. Dan barangsiapa mencintai Allah maka dia menjadi ‘hamba Allah," begitu pesan Sayyid Abu Al-Abbas.
Wallahu'alam.