Ketika seseorang berada di usia yang menurut mayoritas orang adalah waktu yang relevan untuk menikah, pertanyaan “Kapan menikah?” tak ayal menjadi teror yang cukup menakutkan. Begitu juga bagiku, yang saat menulis celoteh ini sudah melebihi usia kanjeng Nabi Muhammad SAW saat mempersunting Siti Khadijah RA.
Desakan dari orang-orang terdekat juga tak bisa disalahkan.
Seringkali kita para jomblo memang butuh didesak, dimotivasi, dan selalu
diingatkan tentang betapa enaknya punya orang spesial yang menjadi wadah
berbagi, apapun kondisi dan keadaan kita, begitupun sebaliknya.
Namun demikian, disisi lain kita juga perlu menyadari betapa
nikmatnya jomblo. Banyak sekali hal yang hanya bisa kita lakukan selagi kita masih
punya waktu lebih untuk menyibukkan diri sendiri (meskipun pernyataan ini akan banyak disangkal oleh orang” yang sudah
menikah).
Karena menikah bukan soal usia, melainkan kehendak Allah,
tak sepatutnya kita galau memikirkan hal itu, meski kita harus selalu mengusahakannya lahir dan batin. Satu hal
yang harus kita yakini adalah Allah sudah berjanji, bahwa manusia diciptakan
berpasang-pasangan. Oleh karena itu, bukankah lebih baik kita sibuk membenahi
diri, menjadi manusia dengan kepribadian berkualitas A, toh jodoh juga selalu
orang yang tepat (karena merupakan
cerminan diri), dan datang di saat yang tepat (karena kehendak Allah).
Perlu kita
pahami bersama, bahwa pernikahan bukanlah ajang perlombaan. Jadi bukan siapa
cepat dia dapat. Tapi pernikahan adalah ibadah, dan ibadah yang paling lama
pula. Dan jika menikah hanya untuk sebuah gengsi dan status, tak jarang
pernikahan akan dianggap sebagai beban yang berat, karena memang sebelumnya
kita hanya menunaikan bisikan orang lain demi sebuah harga diri.
Jika saat
membaca ini kamu masih jomblo, jangan galau. Hadapi hari” dengan tekad membuat
diri menjadi lebih baik, lakukan hal-hal positif yang potensinya tidak bisa
kita lakukan ketika sudah menikah dan punya tanggung jawab cinta yang nanti
kita emban. Cintai dan romantislah terhadap Allah terlebih dulu, cintai pula
kekasih-Nya, Rosulullah Muhammad SAW, kemudian kita berusaha, berpasrah,
terhadap ketentuan jodoh yang telah ditetapkan-Nya. Wallahu'alam.
Muhammad Muksin
